Cari Artikel

Jumat, 28 Oktober 2011

Disentri Sering Berjangkit di Usia Balita

Kalau si kecil tampak lemas karena bolak-balik buang air besar, perhatikan apakah keluhannya itu disertai suhu tubuh yang tinggi dan nyeri tiap mengeluarkan kotoran. Lihat juga apakah tinja atau fesesnya dibarengi darah dan lendir. kalau ya, maka ini merupakan gejala disentri. Dengan adanya beberapa gejala seperti itu, kalangan medis menyebutnya sindroma disentri.
Memang, seperti ditegaskan oleh dr. Hadjat S. Digdowirogo, Sp.A ., feses yang bercampur darah dan lendir adalah gejala disentri yang paling utama. Juga tenesmus atau sakit perut ketika buang air besar. Namun, setelahnya rasa sakit tersebut hilang.
Sindroma disentri dapat disebabkan oleh semua mikroba penyebab diare. Apakah itu virus, bakteri, atau parasit. Bisa juga karena intoleransi laktosa dan alergi susu sapi. Namun, sebagian besar sindroma disentri disebabkan oleh infeksi yang umumnya terbagi menjadi dua jenis. Pertama, infeksi karena kuman Shigella yang menyebabkan shigellosis atau disentri baksiler. Kedua, infeksi karena parasit Entamoeba histolityca yang menyebabkan disentri amuba. Meski kuman penyebabnya berbeda, tapi kedua infeksi itu menunjukkan gejala yang sama, yaitu diare berdarah dan berlendir. Bedanya, disentri baksiler biasanya diawali dengan demam.
Sindroma disentri yang merupakan salah satu jenis diare akut atau timbul mendadak, kata Hadjat, masih menjadi fokus perhatian bidang kesehatan karena mengakibatkan angka kematian yang tinggi. Sementara pada kasus diare akut tanpa darah, angka kematian lebih bisa ditekan. Itu karena pada umumnya masyarakat sudah tahu bagaimana mengatasi diare yang datang mendadak, sehingga penderita tak sampai mengalami dehidrasi. Salah satu caranya adalah dengan pemberian cairan oralit.
Sayangnya, cairan oralit saja tidak cukup untuk mengatasi sindroma disentri. Kuman-kuman penyebabnya tak akan mati. Bahkan mereka dapat membuat racun dalam tubuh penderita dan mengakibatkan komplikasi.
CARA PENULARAN
Sindroma disentri dapat menular melalui berbagai cara dan media. Misalnya, minum air yang tercemari tinja atau makan tanpa mencuci tangan setelah bermain di tempat kotor (fecal oral) . Kontak langsung dengan orang atau alat rumah tangga yang tercemar juga dapat memberi jalan bagi masuknya bakteri atau amuba penyebab disentri. Penularan dengan cara-cara ini biasanya terjadi di daerah yang padat populasinya atau di daerah yang sanitasi dan higienitasnya kurang baik.
Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan diri dan sanitasi lingkungan, termasuk memperhitungkan jarak antara lokasi pembuangan kotoran dan sumber air serta tempat tinggal. Cuci tangan sebelum makan juga amat disarankan. Tentu saja, apa yang dimakan dan diminum harus bersih.
Umumnya sindroma disentri banyak dialami di masa balita yang merupakan masa bermain. Jarang sekali anak berusia di bawah setahun menderita sindroma disentri, karena umumnya porsi perhatian orang tua terhadap kebersihan anak usia bayi jauh lebih besar. Aktivitasnya pun masih berada dalam pengawasan ketat orang tuanya.
TERJADINYA KOMPLIKASI
Komplikasi disentri biasanya terjadi akibat adanya faktor risiko pada diri penderita. Contohnya, anak-anak yang tidak mendapat ASI, berstatus gizi buruk, atau dalam waktu 6 bulan terakhir menderita campak. Komplikasi berawal dari melunaknya dinding usus sehingga memudahkan bakteri Shigella menginvasi jauh ke dalam. Luka yang terjadi di dinding usus besar biasanya akan menjadi semakin parah karena tercemar racun yang dihasilkan bakteri di usus besar. Kondisi ini memicu terjadinya perforasi usus atau usus pecah yang akan menimbulkan perdarahan hebat.
Racun yang diproduksi bakteri disentri juga bisa membuat kerja peristaltik usus melemah. Usus juga akan membesar (megakolon) yang ditandai dengan membuncitnya perut penderita. Jika racun itu sampai ke otak, anak bisa mengalami kejang yang berisiko menyebabkan radang otak. Sedangkan jika toksin sudah beredar ke seluruh tubuh, akan terjadi keracunan darah (sepsis).
Pada kasus disentri amuba, kuman bisa menjalar sampai ke hati dan menyebabkan kumpulan nanah yang disebut abses. Perjalanan sindroma disentri hingga menimbulkan komplikasi seperti ini dapat terjadi hanya dalam hitungan seminggu. Apalagi bila ada faktor-faktor risiko tadi. Jadi agar disentri tak berubah fatal, cegahlah faktor-faktor risiko tersebut dengan cara menggalakkan pemberian ASI, mengupayakan perbaikan gizi, dan memberikan imunisasi, terutama imunisasi campak.
PENGOBATAN MEMADAI
Penderita yang datang ke dokter dengan gambaran klinis diare berdarah dan berlendir akan diobati dengan antibiotika. Selain itu, sebagai pengobatan dini, dokter akan mencoba menyembuhkan pasien secara simtomatis (sesuai dengan gejala yang timbul). Pemeriksaan tinja di laboratorium biasanya diperlukan untuk mengetahui tanda-tanda adanya infeksi di usus besar, ketahanan kuman, dan jenis disentrinya. Dengan begitu pemberian obat dapat disesuaikan. Kalau obat tak sesuai dan kuman jadi kebal terhadap obat itu, komplikasi malah jadi lebih mudah terjadi.
Namun Hadjat memberi pilihan, bahwa pemeriksaan laboratorium yang akan menambah biaya pengobatan tidak harus selalu dilakukan. Jika pilihan itu yang diambil, penderita biasanya akan diberi antibiotik yang dianggap memadai selama 5-7 hari. Inilah yang disebut sebagai firstline drug . "Obat pertama yang diberikan harus yang benar-benar pas untuk menghadapi kuman disentri. Jika setelah diberikan obat tersebut terlihat tanda-tanda ke arah kesembuhan, maka pasien tak perlu menjalani pemeriksaan lab. Dokter pun harus mengikuti perkembangan resistensi kuman dengan menginformasikan orang tua pasien kapan harus datang kembali untuk kontrol," papar Hadjat.
PENANGANAN DI RUMAH
Anak yang tengah terserang disentri sebaiknya diberi makanan lunak, mudah dicerna, tidak merangsang, serta mengandung protein tinggi karena protein diperlukan untuk proses penyembuhan.
Yang patut diketahui, lanjut Hadjat, setelah pengobatan berlangsung kenali tanda-tanda apakah kondisi anak makin membaik atau memburuk. Sindroma disentri dikatakan semakin baik jika suhu tubuh penderita kembali normal, darah pada tinja berkurang atau tak ada sama sekali, frekuensi buang air besar berkurang, sakit perut hilang, dan nafsu makan anak berangsur membaik.
Sedangkan kondisi sindroma disentri dikatakan memberat bila kesadaran anak menurun, kondisinya makin lemas, tidur terus-menerus, perut kembungnya tidak kempes-kempes, tak bisa buang angin, darah yang keluar saat buang air besar makin banyak, dan suhu tubuh yang tinggi tidak kunjung turun. Bila ada tanda-tanda seperti itu, anak harus segera dibawa kembali ke dokter. Mungkin saja sudah terjadi komplikasi dan perdarahan di usus yang hanya bisa diatasi dengan perawatan intensif di rumah sakit.
dedeh kurniasih
tabloidnova.com

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Monggo, Silahkan berkomentar