Kaum muslimin yang semoga selalu mendapat taufik Allah Ta’ala.  Pada hari yang dikatakan sakral oleh sebagian kaum muslimin, terdapat  suatu kenyataan yang sangat memilukan yang menunjukkan kekurangan akal.  Hari tersebut adalah tanggal siji suro (1 Muharram). Sebagian kaum  muslimin yang selalu menginginkan kemudahan dalam hidupnya dan ingin  mencari kebaikan malah mencarinya dengan cara yang tidak masuk akal.  Mereka mencari berkah dari seekor kerbau (kebo bule) yang disebut dengan  ‘Kyai Slamet’, yakni mereka saling berebut untuk mendapatkan kotoran  kerbau tersebut, lalu menyimpannya, seraya berkeyakinan rizki akan  lancar dan usaha akan berhasil dengan sebab kotoran tersebut. Seorang  yang punya akal sehat tentu tidak mungkin melakukan hal yang demikian.  Tetapi kok mereka bisa melakukan hal yang demikian?! Ke mana akal sehat  mereka?!!
Itulah tabaruk (baca: mencari  berkah atau ’ngalap berkah’), mereka melakukan yang demikian untuk  mendapatkan berkah dari kotoran tersebut. Maka perhatikanlah pembahasan  kali ini, agar kaum muslimin sekalian dapat mengetahui manakah cara  mencari berkah yang dibenarkan dan manakah yang dilarang oleh agama ini.
Keberkahan Hanya dari Allah
Mencari berkah atau tabaruk adalah  meminta kebaikan yang banyak dan meminta tetapnya kebaikan tersebut.  Dalam Al Qur’an dan hadits menunjukkan bahwasanya keberkahan hanya  berasal dari Allah semata dan tidak ada seorang makhluk pun yang dapat  memberikan keberkahan. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, ”Allah yang memberikan berkah, telah menurunkan Al Furqaan (yaitu Al Qur’an) kepada hamba-Nya”  (Al Furqon: 1), yaitu menunjukkan banyaknya dan tetapnya kebaikan yang  Allah berikan kepada hamba-Nya berupa Al Qur’an. Allah juga berfirman  yang artinya, ”Kami limpahkan keberkahan atasnya dan atas Ishaq” (Ash Shofaat: 113). “Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada”  (Maryam: 31). Ayat-ayat yang mulia ini menunjukkan bahwasanya yang  memberikan berkah hanyalah Allah. Maka tidak boleh seseorang mengatakan,  ’Saya memberikan berkah pada perbuatan kalian, sehingga perbuatan  tersebut lancar’. Karena berkah, banyaknya kebaikan, dan kelanggengan  kebaikan hanya Allah  yang mampu memberikannya kepada siapa yang  dikehendaki-Nya.
Berkah yang Tidak Bisa Berpindah secara Dzat
Kaum muslimin yang semoga dirahmati  Allah. Al Qur’an dan hadits menunjukkan bahwa sesuatu yang Allah  halalkan sebagai berkah ada 2 macam yaitu (1) berkah dari tempat dan waktu, dan (2) berkah dari zat manusia. Berkah yang pertama ini seperti yang Allah berikan pada Baitul Haram (ka’bah) dan sekeliling Baitul Maqdis. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, ”Maha  Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari  Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi  sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda  (kebesaran) Kami” (Al Isro’: 1). Maksud dari memberkahi tempat  tersebut adalah memberikan kebaikan yang banyak dan terus menerus di  tempat tersebut, sehingga para hamba-Nya senantiasa ingin dan senang  berdo’a di tempat tersebut, untuk memperoleh berkah di dalamnya. Ini  bukan berarti -seperti anggapan sebagian kaum muslimin- bahwa seseorang  boleh mengusap-ngusap bagian masjid tersebut (seperti dinding) untuk  mendapatkan berkah yang banyak. Karena berkah dari masjid tersebut  bukanlah berkah secara dzatnya, tetapi keberkahannya adalah secara  maknawi saja, yaitu keberkahan yang Allah himpun pada bangunan ini yaitu  dengan mendatanginya, thowaf di sekeliling ka’bah, dan  beribadah di dalamnya yang pahalanya lebih banyak daripada beribadah di  masjid lainnya. Begitu juga hajar aswad, keberkahannya adalah dengan  maksud ibadah, yaitu seseorang menciumnya atau melambaikan tangan  kepadanya karena mentaati dan mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berkah yang dia peroleh adalah berkah karena mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Umar radhiyallahu ‘anhu  telah mengatakan, ”Sesungguhnya aku mengetahui bahwa kamu adalah batu  biasa, tidak dapat memberikan manfaat, begitu juga tidak dapat  mendatangkan bahaya.” (HR. Bukhari). Maksudnya, hajar aswad tidak dapat  memberikan manfaat dan tidak pula memberikan bahaya kepada seseorang  sedikit pun. Sesungguhnya hal ini dilakukan dalam rangka melakukan  ketaatan kepada Allah dan mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, beliau radhiyallahu ‘anhu mengatakan, ”Dan aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, maka aku juga menciummu.”
Adapun mendapatkan berkah dari waktu  adalah seperti pada bulan Ramadhan. Bulan tersebut disebut dengan bulan  yang penuh berkah (banyak kebaikan). Seperti di dalamnya terdapat malam lailatul qodar yaitu barangsiapa yang beribadah pada malam tersebut maka dia seperti beribadah seribu bulan lamanya.
Berkah dari Para Nabi dapat Berpindah secara Dzat
Kaum muslimin, berkah jenis kedua ini adalah berkah yang Allah berikan pada orang-orang mu’min dari para Nabi ‘alaihimus salam.  Berkah yang terdapat pada mereka adalah berkah secara dzat (dapat  berpindah secara dzat). Seluruh bagian tubuh para Nabi mulai dari Nabi  Adam, Nuh, Ibrahim, sampai Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,  semuanya adalah berkah. Di antara kaum Nabi tersebut ada yang mencari  berkah dari badan mereka, baik dengan mengusap-ngusap tubuh mereka atau  mengambil keringat mereka atau mengambil berkah dari rambut mereka.  Semua ini diperbolehkan karena Allah menjadikan tubuh mereka adalah  berkah. Sebagaimana Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,  badannya adalah berkah. Hal ini dapat dilihat dalam hadits bahwasanya  para sahabat Nabi mengambil berkah dari ludah dan rambut beliau. Apabila  Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu, mereka saling berebut untuk mendapat bekas wudhu beliau.
Berkah secara dzat seperti ini hanya dikhususkan kepada para Nabi ‘alaihimus salam  saja dan tidak diperbolehkan bagi selain mereka. Begitu juga para  sahabat Nabi sekalipun atau sahabat yang paling mulia dan sudah dijamin  masuk surga seperti Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma  tidak boleh seorang pun mengambil berkah dari mereka karena hal seperti  ini tidak pernah dilakukan oleh para sahabat yang lain kepada mereka  berdua, sebagaimana mereka mengambil berkah dari rambut dan keringat  Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bagaimana Mencari Berkah dari ‘Kyai’ ?!
Sebagian kaum muslimin saat ini ketika  menghadapi kesulitan dalam hidupnya, mereka malah mencari berkah dari  para kyai. Mereka menyamakan/meng-qiyas-kan hal ini dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  boleh diambil rambut dan keringatnya sebagai suatu keberkahan, maka  menurut mereka para kyai juga pantas untuk dimintai berkahnya baik dari  ludahnya atau rambutnya. Bahkan ada pula yang mengambil kotoran  kyai/gurunya untuk mendapatkan berkah, sebagaimana yang dilakukan oleh  orang-orang sufi. Tidakkah mereka tahu bahwa mencari berkah secara dzat  seperti ini tidak diperbolehkan untuk selain para Nabi?!!
Qiyas (penyamaan hukum) yang mereka lakukan adalah qiyas yang keliru dan jelas-jelas berbeda. Jangankan mencari berkah dari kyai, mencari berkah dari Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu  -sahabat yang mulia, yang keimanannya jika ditimbang  akan lebih berat  dari keimanan umat ini dan sudah dijamin masuk surga-  saja tidak  diperbolehkan karena beliau bukan Nabi dan tidak pernah di antara para  sahabat yang lain mencari berkah dari beliau radhiyallahu ‘anhu.  Apalagi dengan para kyai yang tingkat keimanannya di bawah Abu Bakar  dan belum dijamin masuk surga, maka tidaklah pantas seorang pun  mengambil berkah darinya.
Maka bagaimana pula dengan mengambil  berkah dari kyai -yang tidak punya akal- seperti kerbau ‘Kyai Slamet’?!!  Sungguh perbuatan ini tidaklah masuk akal dan tidak mungkin memberikan  kebaikan sama sekali, tetapi malah akan menambah dosa. Dosa ini bukan  sembarang dosa, namun dosa ini adalah dosa paling besar dari dosa-dosa  lainnya yaitu dosa syirik dan Allah Ta’ala berfirman, ”Sesungguhnya  Allah tidak mengampuni dosa syirik. Dan Dia mengampuni dosa yang berada  di bawah syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (An Nisa’: 116)
Tingkat Kesyirikan Tabaruk (Mencari Berkah)
Syaikh Sholih Alu Syaikh hafidzohullah menjelaskan  bahwa jika kita memperhatikan apa yang dilakukan oleh para penyembah  kubur (yang datang ke kuburan para wali dan beribadah kepadanya, -pen)  di zaman kita ini, di negeri-negeri yang di sana tersebar berbagai macam  kesyirikan, kita akan mendapati di antara mereka ada yang melakukan  ibadah sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang musyrik terdahulu  terhadap laata, ‘uzza, dan dzatu anwat. Para penyembah kubur tersebut  duduk-duduk di kuburan atau di sekeliling pagarnya, mereka berada di  atas kuburan atau di celah-celah dinding yang mengelilingi kuburan.  Mereka berkeyakinan apabila mereka menyentuhnya (dengan tujuan mencari  berkah,-pen) seolah-olah mereka menyentuh orang yang berada dalam  kuburan tersebut, terhubungkan roh mereka dengannya dan mereka meyakini  bahwa orang yang berada di dalam kubur akan menjadi perantara antara  mereka dengan Allah. Itulah pengagungan kepada kubur tersebut. Inilah syirik akbar  (syirik yang mengeluarkan seseorang dari Islam,-pen) karena perkara ini  mengandung ketergantungan hati kepada selain Allah dalam mengambil  manfaat dan menolak bahaya serta menjadikan perantara antara diri mereka  dengan Allah. Perbuatan seperti ini adalah sebagaimana yang dilakukan  orang-orang musyrik dahulu (yang telah dianggap kafir oleh Allah dan  Rasul-Nya,-pen). Hal ini dapat dilihat pada firman Allah yang artinya, ”Ingatlah,  hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan  orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak  menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah  dengan sedekat- dekatnya.” Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara  mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah  tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (Az Zumar: 3).
Adapun apabila mereka mengusap-ngusap  kubur tersebut dan meyakini bahwa kubur tersebut adalah tempat yang  penuh berkah dan hanya sebagai sebab mendapatkan berkah. Maka ini adalah  syirik ashgor. (Sebagian pembahasan di atas diambil dari kitab ‘At Tamhid lii Syarhi Kitabit Tauhid’ yang ditulis oleh Menteri Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Syaikh Sholih Alu Syaikh -semoga Allah menjaga beliau-)
Wahai kaum muslimin, inilah tingkat kesyirikan tabaruk.  Seseorang bisa keluar dari Islam disebabkan melakukan perbuatan syirik  akbar ini. Maka renungkanlah, apakah perbuatan lain yang merupakan  bentuk mencari berkah seperti ‘grebeg mulud’ (tumpukan tumpeng yang  saling diperebutkan pada hari ‘maulud Nabi’) termasuk mencari berkah  yang disyari’atkan atau tidak. Benarkah tumpeng yang diambil berkahnya  tersebut bisa melariskan dagangan, melancarkan rizki seseorang, bisa  membuat seseorang mendapatkan jodoh?!!
Semoga Allah menunjukkan kita kepada  kebenaran  dan meneguhkan kita di atasnya. Sesungguhnya Allah menunjuki  pada jalan yang lurus bagi siapa yang dikehendaki. [Satria Buana dan  Muhammad Abduh Tuasikal]
tabloid.muslim.or.id 
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Monggo, Silahkan berkomentar